Seputarkito.com- Seni tutur besemah yang nyaris hilang adalah betembang tadut atau betadut, ngicik panjang, andai-andai, rejung besemah, dan meringit. Betembang umumnya dinyanyikan orang dengan keras dalam suasana mencekam di hutan tUk mengusir sepi.
Nyanyian ¡ni juga dimaksudkan untuk mengusir binatang buas, setidaknya menjauh, dan sebagai petunjuk kepada orang lain di hutan bahwa ada dia di tempat itu.
Tadut adalah seni tutur baaru yang masuk setelah islam masuk ke wilayah dataran tinggi Besemah. la menjadi sarana penyebaran agama dan dakwah islam yang efektif karena masyarakat saat ¡tu masih buta huruf.
Adapun ngicik panjang adalah tuturan yang berupa senda gurau berbentuk obrolan panjang dan dilakukan minimal oleh dua orang. Model ini banyak menggunakan bahasa sindiran. Rejung besemah adalah seni tutur yang mengungkapkan kesedihan, jengkel, putus asa, dan kesusahan.
Seni ini mirip dengan ‘tangís ayam’, tetapi tingkat kesedihannya tidak semen dalam ‘tangis ayam’ dan lagunya Iebih datar dibandingkan dengan ‘tangís ayam’ yang lebih mendayu-dayu.
Sementara meringit adalah seni tutur ringan yang isinya sekadar mengisi kekosongan semata. Bentuk tuturan ini juga bisa dinyanyikan sambil bekerja dengan ungkapan bebas. Seni tutur ini juga dapat dibawakan tanpa perlu ada orang yang mendengarkannya.
Dari seIuruh bentuk seni tutur Besemah tersebut, hanya ngicik panjang, andai, dan meringit yang dibawakan tanpa lagu.
Berangsur hilangnya penggunaan seni tutur Besemah dimulai sejak invasi Jepang ke Pagar Alam tahun 1943. Berbagai seni termasuk seni tutur, tertekan karena banyak pekeria seni yang tewas atau menjadi romusa.
Alat-alat kesenian mereka baik alat musik maupun pakaian, banyak yang dijual Karena impitan ekonomi yang parah saat itu.
Hilangnya pekerja seni menyebabkan lambat laun berbagai seni tradisi itu sulit diteruskan dan menghilang. Pada masa pemerintahan Orde Baru, kondisi seni tradisi Pagar alam makin terpuruk.
Apalagi ketika itu Pagar Alam menjadi bagian dan Kabupaten Lahat, membuat seni tradisi tutur di daerah ini makin tergencet oleh seni tradisi Lahat. Setelah Pagar Alam menjadi kota otonom, tahun 2001, kesadaran untuk melestarikan berbagai seni tradisi itu muncul kernbali.
Namun, untuk menghidupkannya kembali bukan perkara mudah. rata-rata kegiatan seni hanya menjadi pekerjaan sampingan bagi pekeria seni di daerah ini.
Pekerjaan utama mereka adalah menjadi petani, khususnya kopi. Untuk fokus pada pengembangan seni jelas tidak mungkin karena memang pekerjaan seni belum bisa dijadikan sumber penghasilan.
Pemerintah setempat pun tidak memberi tunjangan apa pun bagi mereka. Untuk melestarikan seni tutur Besemah. Dengan keadaan seperti ini tutur besemah lambat laun akan menghilang dan tidak menutup kemungkinana akan punah.
Nyanyian ¡ni juga dimaksudkan untuk mengusir binatang buas, setidaknya menjauh, dan sebagai petunjuk kepada orang lain di hutan bahwa ada dia di tempat itu.
Tadut adalah seni tutur baaru yang masuk setelah islam masuk ke wilayah dataran tinggi Besemah. la menjadi sarana penyebaran agama dan dakwah islam yang efektif karena masyarakat saat ¡tu masih buta huruf.
Adapun ngicik panjang adalah tuturan yang berupa senda gurau berbentuk obrolan panjang dan dilakukan minimal oleh dua orang. Model ini banyak menggunakan bahasa sindiran. Rejung besemah adalah seni tutur yang mengungkapkan kesedihan, jengkel, putus asa, dan kesusahan.
Seni ini mirip dengan ‘tangís ayam’, tetapi tingkat kesedihannya tidak semen dalam ‘tangis ayam’ dan lagunya Iebih datar dibandingkan dengan ‘tangís ayam’ yang lebih mendayu-dayu.
Sementara meringit adalah seni tutur ringan yang isinya sekadar mengisi kekosongan semata. Bentuk tuturan ini juga bisa dinyanyikan sambil bekerja dengan ungkapan bebas. Seni tutur ini juga dapat dibawakan tanpa perlu ada orang yang mendengarkannya.
Dari seIuruh bentuk seni tutur Besemah tersebut, hanya ngicik panjang, andai, dan meringit yang dibawakan tanpa lagu.
Berangsur hilangnya penggunaan seni tutur Besemah dimulai sejak invasi Jepang ke Pagar Alam tahun 1943. Berbagai seni termasuk seni tutur, tertekan karena banyak pekeria seni yang tewas atau menjadi romusa.
Alat-alat kesenian mereka baik alat musik maupun pakaian, banyak yang dijual Karena impitan ekonomi yang parah saat itu.
Hilangnya pekerja seni menyebabkan lambat laun berbagai seni tradisi itu sulit diteruskan dan menghilang. Pada masa pemerintahan Orde Baru, kondisi seni tradisi Pagar alam makin terpuruk.
Apalagi ketika itu Pagar Alam menjadi bagian dan Kabupaten Lahat, membuat seni tradisi tutur di daerah ini makin tergencet oleh seni tradisi Lahat. Setelah Pagar Alam menjadi kota otonom, tahun 2001, kesadaran untuk melestarikan berbagai seni tradisi itu muncul kernbali.
Namun, untuk menghidupkannya kembali bukan perkara mudah. rata-rata kegiatan seni hanya menjadi pekerjaan sampingan bagi pekeria seni di daerah ini.
Pekerjaan utama mereka adalah menjadi petani, khususnya kopi. Untuk fokus pada pengembangan seni jelas tidak mungkin karena memang pekerjaan seni belum bisa dijadikan sumber penghasilan.
Pemerintah setempat pun tidak memberi tunjangan apa pun bagi mereka. Untuk melestarikan seni tutur Besemah. Dengan keadaan seperti ini tutur besemah lambat laun akan menghilang dan tidak menutup kemungkinana akan punah.
Share this Article
0 komentar :